Anda Suka-suka, yang Lain Berduka


Saya masih mengingat momen pahit saat terpelanting dari motor ketika “gelasan” layangan tersangkut di leher saya pada 2005 lalu. Pagar besi rumah orang pun tumbang ketika kepala saya membenturnya. Kulit leher yang menganga akibat gesekan benang tajam itu terasa perih hingga berhari-hari. Masih beruntung bagi saya hanya beberapa milimeter dalamnya kulit yang terluka akibat kejadian itu.

Setelah kejadian itu, saya pun sangat waspada dan sedikit trauma jika ada orang bermain layangan di lokasi ramai penduduk berkendara. Beberapa tahun setelah itu, salah satu teman saya, siswi salah satu SMA Negeri di Pontianak tewas setelah tersangkut tali layangan ketika pulang menuju Sungai Kakap. Ia masih bisa bertahan beberapa menit dengan memegang leher yang penuh darah itu sambil berkendara hingga nyawanya tak tertolong dan tumbang di salah satu rumah warga ketika mencari pertolongan.

Entah apa reaksi pemerintah saat itu ketika banyaknya korban berjatuhan akibat layangan. Walaupun razia layangan pun gencar dilakukan, tapi sepertinya hanya formalitas saja, tidak berkelanjutan. Buktinya, hingga 10 tahun ke depan (saat ini) masih saja banyak layangan yang terlihat di langit Pontianak.

Dan lagi-lagi memakan korban. Saya menerima broadcast dari BBM yang isinya tentang seorang bocah 12 tahun tewas kesetrum listrik setelah memegang tali layangan yang dikejarnya pada 14 Juni 2016 lalu di kawasan Gg. Belibis.

Bukanlah hal yang pertama untuk pelajaran berharga bagi Pemerintah Kota Pontianak. Kami sebagai masyarakat sangat berharap gesitnya pemkot untuk mengatasi masalah ini. Jika sudah menyangkut ke masalah keselamatan warga, hal ini wajib dilakukan segera. Pemkot maupun masyarakat harus gesit untuk menertibkan permainan layangan yang membahayakan banyak orang ini. Dimulai dari lingkungan dengan tidak memberikan izin kepada anak, saudara atau tetangga ketika ingin bermain layangan.

Kembali menerima berita pada grup WhatsApp, seorang anak kecil yang lagi-lagi menjadi korban di Rasau Jaya. Entah bagaimana kronologinya, yang pasti sudah cukup untuk kita mengelus dada mendengar kejadian-kejadian seperti ini.

Daripada cuma sibuk merazia warung yang buka pada bulan Ramadhan yang tidak membuat nyawa melayang, lebih baik juga serius mengatasi pemain-pemain layangan yang terus memakan korban jiwa! 

Apa perlu hal ini dijadikan PERDA untuk melarang masyarakat bermain layangan seperti halnya larangan membuka warung saat Ramadhan??

PLN saja suka menjadikan layangan sebagai “pelaku” ketika padamnya listrik. Kenapa diam dan hanya “menikmati” keindahan langit Pontianak dengan ratusan layangannya???

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

"Komentar yang baik akan menunjukkan pribadi yang baik pula."

Terima kasih telah berkunjung dan membaca tulisan ini. Bantu SHARE yaa jika berkenan. Silahkan centang beri tahu saya untuk berinteraksi lebih lanjut di kolom komentar.

Salam hangat,
Leemindo.com