Sebagai buda’ Pontianak yang telah hidup 27 tahun lamanya,
rasa ingin menyaksikan fenomena kulminasi pun muncul. Selama 27 tahun, belum
pernah sekalipun saya menyaksikan itu. Padahal wisatawan dari luar kota bahkan
luar negeri saja rela datang ke kota ini. Akhirnya saya pun hadir pada puncak
kulminasi yang tepatnya pada 23 Maret 2016.
Pukul 11 siang, hari itu langit Pontianak tampak mendung. Tak
seperti hari-hari sebelumnya yang sangat menyengat. Karena niat sudah ada, dan
semangat sudah membludak (Alamak!), saya tetap berangkat ke Tugu Khatulistiwa
bersama rombongan yang jumlahnya sekitar 2 orang (itu sudah termasuk saya).
Hmmmm..
Pukul 11.25 saya sampai ke TKP (Tempat Kulminasi Pontianak) <- Pemaksaan Kata. Hari masih
tetap mendung. Rekan saya dari Kompas TV Pontianak, Bagus Suhanda, yang sedang
liputan disana mengatakan sepertinya kita tidak akan dapat melihat peristiwa
langka ini karena cuaca tidak mendukung.
Akhirnya detik-detik kulminasi pun tiba. Dan benar, hari yang
semakin mendung menyebabkan selebrasi kulminasi batal dilakukan. Huhh!!
Pengunjung sedikit demi sedikit meninggalkan tribun dan sibuk berfoto dengan
latar belakang Tugu Khatulistiwa.
Saya pun meninggalkan titik tengah bumi itu melangkah menuju
ke Monumen Tugu Khatulistiwa. (Ngadem sih ceritenye..) Semakin dekat dengan
Tugu, kenapa orang-orang kembali berkumpul di titik nol derajat tersebut. Ternyata
oh ternyata, walaupun mereka tidak bisa menyaksikan hilangnya bayangan mereka,
mereka masih bisa menyaksikan satu keunikan lainnya, yaitu mendirikan telur
disaat waktu kulminasi tersebut. Saya pun bergegas kesana dan ingin mencoba.
Ternyata susah juga ya mencari titik yang tepat untuk
membuat telur itu berdiri. Ada beberapa orang yang berhasil melakukannya. Namun
saya gagal. Huhuhu.. Hanya momen telur berdiri yang bisa saya abadikan di hari itu.
Kesimpulan yang bisa saya ambil dari kejadian ini adalah,
walaupun hari mendung yang menyebabkan merasakan fenomena manusia tanpa
bayangan gagal dilaksanakan, fenomena telur dapat berdiri tegak di titik nol
derajat bumi masih bisa disaksikan.
Itu menyimpulkan bahwa si telur pantang menyerah dan tetap
tegak dengan keadaan atau lingkungan yang tidak mendukung. Kita bisa belajar
dari si telur bahwa jika kita tidak didukung dengan lingkungan yang baik, bukan
halangan untuk tetap berdiri tegak, semangat dengan membuktikan bahwa kita bisa
menjadi yang terbaik diantara “mendungnya” lingkungan sekitar. Masih galau
karena bayangan mantan gak hilang gara-gara mendung? Masa’ situ kalah ama
telur? Huehuehue…. :D
Catatan Penting:
Adegan ini hanya dilakukan oleh telur ayam profesional. Jangan mencoba dengan
telur lainnya seperti telur bebek, telur puyuh, apalagi telur Anda (eh, maksudnya
selain telur ayam yang anda beli dari warung) sebelum ada anjuran dari pedagang
telur terdekat di kota anda.
0 komentar:
Posting Komentar
"Komentar yang baik akan menunjukkan pribadi yang baik pula."
Terima kasih telah berkunjung dan membaca tulisan ini. Bantu SHARE yaa jika berkenan. Silahkan centang beri tahu saya untuk berinteraksi lebih lanjut di kolom komentar.
Salam hangat,
Leemindo.com